![]() |
Dokumen: http://www.muhammadiyah.or.id/ |
Kabar Persyarikatan – Sorong – Bagi warga desa di Pulau
Jawa, memberikan sebagian hasil panenan kepada tetangga sudah merupakan
tradisi. Kebiasaan ini pun dibawa Sunaryo (55) dan Legiyem (54), transmigran
asal Boyolali, Jawa Tengah di tanah Papua. Tepatnya di Desa Warmon Kokoda,
Kecamatan Mayamuk, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.
“Kalau kita pas panen bayam, tomat, loncang, lombok dan
panenan lain sering memberikan kepada tetangga di sini (orang asli Papua,red).
Itu sudah biasa agar kita bisa lebih dekat dengan warga asli sini,” kata
Sunaryo di lahan sawah garapannya, Desa Warmon Kokoda, akhir September 2015
lalu.
Salah satu contohnya, Irma (30), warga Desa Warmon Kokoda
yang asli Papua menilai Pakde dan Bude (sebutan bagi Sunaryo dan Legiyem)
sangat baik. “Seperti ini, saya diberi bayam dan tomat untuk sayur. Saya sering
diberi hasil panenan oleh Pakde dan Bude,” kata Irma saat mengambil bayam di
sawah garapan Sunaryo yang dekat dengan rumah Irma.
Selain memberikan hasil panenan, kata Sunaryo, dirinya juga
rela berbagi pengetahuan cara menanam tanaman sayur-sayuran dan buah. Ilmu bercocok
tanam itu ditularkan langsung ketika ada pertemuan dengan warga desa tersebut.
Bahkan saat menggarap sawah dan ada warga asli Papua ingin belajar bercocok
tanam, Sunaryo dengan sukarela memberikannya. “Saya senang berbagi ilmu
bercocok tanam dengan warga asli sini,” kata Sunaryo yang bertransmigrasi sejak
tahun 1981 silam.
Itulah salah satu potret kerukunan antara warga transmigran
dan warga asli Papua. Kerukunan warga Warmon Kokoda ini menjadi modal bagi
Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah untuk mendampinginya
hingga terbentuk desa inklusif. Sikap inklusif adalah mengajak warga untuk
memandang positif adanya perbedaan dalam satu desa.
“Pemberdayaan dilakukan di lokasi ini lantaran mereka sudah
menetap dalam sebuah komunitas, jadi memungkinkan dilakukan pendampingan
berkelanjutan. Mereka sudah tinggal di lokasi ini cukup lama, dan kemungkinan
untuk berpindah-pindah sangat kecil. Di sini mereka sudah membangun pemukiman,
lokasi mencari makan, laut dan hutan dekat dari pemukiman mereka, ada ladang
yang dimanfaatkan mereka untuk sekedar bercocok tanam sebisa mereka,” kata
Bachtiar Kurniawan, Sekretaris MPM PP Muhammadiyah.
Lebih lanjut Bachtiar mengatakan, strategi pelaksanaan
program yang akan dilakukan adalah dengan strategi kultural dengan turun
langsung dalam proses pendampingan teknis. Manajemen program bersama
fasilitator lapangan melakukan intervensi langsung kepada anggota suku Kokoda.
Khususnya, terkait dengan sikap dan perilaku hidup supaya bisa berintegrasi
dengan masyarakat. Selain itu, menumbuhkan pola pikir yang mau dan bisa
mengikuti perubahan serta perkembangan zaman.
Untuk mewujudkan hal ini, akan dilakukan pelaksanaan program
peningkatan keterampilan hidup (life skill) tentang tata cara bercocok tanam
bercocok tanam dan berternak secara terintegrasi. MPM PP Muhammadiyah juga
memfasilitasi budi daya pertanian, pengembangan keterampilan membuat makanan
dan kerajinan lokal asli suku.
Sedang strategi struktural akan dilakukan dengan advokasi.
Strategi ini diterapkan untuk membangun kesadaran kepada masyarakat suku akan
hak dan kewajibanya sebagai warga negara dan strategi bagaimana mewujudkannya.
Di sini, perlu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan pemerintah di tingkat
kabupaten untuk membuka akses dan memfasilitasi masyarakat suku Kokoda untuk
bisa terlibat dan menikmati pembangunan. “Mengupayakan pemerintah bisa berperan
maksimal dalam peningkatan taraf hidup dasar suku seperti perumahan, sanitasi,
layanan pendidikan dan kesehatan, termasuk infrastuktur jalan dan listrik,”
kata Bachtiar.
Menurut Bachtiar, program pemberdayaan berbasis komunitas
tidak bisa dilakukan MPM PP Muhammadiyah sendirian. Karena itu, dibutuhkan
sinergi dengan semua baik lembaga swadaya masyarakat, swasta dan pemerintah.
Sehingga perlu dibangun kemitraan kepada masyarakat sipil yang ada di Sorong
termasuk perguruan tinggi untuk bisa terlibat dalam proses pemberdayaan. Salah
satunya, Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah
Sorong.
“Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan perusahaan-perusahaan
yang beroperasi di Sorong dan sekitarnya untuk bisa menyalurkan dana Corporate
Social Responsibility (CSR)-nya untuk proses pemberdayaan masyarakat.
Bersinergi dengan pemerintah untuk bisa memberi perhatian yang merata dan
seimbang kepada semua lapisan masyarakat, untuk bisa melakukan akselerasi dan
prioritas dalam proses pembangunan. Terutama dengan memanfaatkan
sebesar-besarnya dana otonomi daerah khusus (Otsus) untuk pembangunan,”
jelasnya.
MPM PP Muhammadiyah juga akan memberikan technical
assistance supaya masyarakat suku Kokoda bisa berpartisipasi terlibat dalam
proses pengambilan kebijakan mulai dari tingkat desa, distrik dan
memperjuangkanya sampai tingkat kabupaten. Terlebih adanya UU Desa, Suku Kokoda
harus memiliki legitimasi administratif, komunitas perkampungan yang mereka
buat harus sudah terbentuk menjadi desa. Salah satu dari mereka dipilih untuk
menjadi kepala desa agar bisa mempercepat dan mempermudah akses publik dalam
kebijakan dan memanfaatkan dana desa untuk proses pembangunan.
MPM PP Muhammadiyah mempunyai Program Sekolah Aparatur Desa,
fasilitator dan tutor sekolah aparatur desa bisa didayagunakan untuk membantu
aparatur desa di Suku Kokoda. Terutama dalam penyusunan program desa yang lebih
aspiratif dan tepat sasaran, berjejaring, pembuatan laporan baik program dan
keuangan desa serta evaluasi program. Tentu skill tentang pengelolaan
pemerintahan desa akan sangat membantu proses pemberdayaan di Suku Kokoda.
(Herry Purwata)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih bagi yang telah meninggalkan momentar positif bagi kami