![]() |
Download Undangan di sini |
“Ide ini juga dalam
rangka mempromosikan prinsip Gunung teu
meunang dilebur, Lebak teu meunang dirusak (Gunung tidak
boleh dihancurkan, Lembah tidak boleh dihancurkan),” ujar salah satu Fasilitator Program Peduli dari
RMI Bogor yang ikut menginisiasi acara tersebut, Selasa (17/19).
Festival ini sendiri merupakan inisiatif dari ide para Perangkat
Desa Kanekes, para penenun dan warga Baduy yang didukung oleh Program Peduli untuk inklusi sosial.
Nilai-nilai yang yang selama ini dijaga dan dipertahankan masyarakat
Baduy diharapkan dapat menginspirasi dan dijjadikan pembelajaran semua pihak
dalam menata, mengatur, dan mengimplementasikan tatakelola/tata kuasa
sumberdaya alam agar tetap memberikan manfaat bagi hidup manusia tetapi teetap
terjaga dan lestari.

Secara umum
keberadaan masyarakat Adat Baduy telah diakui dalam bentuk Perda Lebak No. 13
Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakat Baduy di
Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak dan Perda No. 32 tahun 2001 tentang
Perlindungan atas Hak Ulayat Baduy.
Dengan aturan adat yang dipegang teguh, mereka mengelola
Leuweung Kolot atau Hutan Adat (2.492,06 ha), lahan pertanian
berupa huma (2.585,29 ha) dan pemukiman (24,50 ha) tetap terjaga dan terkelola
dengan baik hingga sekarang di lahan seluas 5.136,58 ha ( Disporapar Lebak , 20
16 ).
Warga Baduy yang kini berjumlah 3.300 KK atau 11.667 jiwa
percaya bahwa tanah atau lahan adalah ambu
atau ibu yang memiliki arti penting dan wajib dihormati, layaknya anak yang menghormati
ibu nya ( RMI, 2016 ).
Karena itu seluruh siklus hidup masyarakat Baduy tidak dapat
dilepaskan dari keberadaan hutan, alam dan budaya perladangan yang mereka anut.
Festival ini akan melibatkan banyak pihak. Selain warga Baduy sendiri, pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga para pihak lain yang menghormati budaya masyarakat Baduy.